Rabu, 23 Juni 2010

Renungan 8 Januari 2010

Amsal 14:30 “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.”

Seorang anak bernama Lewis yang semenjak bayi ditinggalkan di depan pintu sebuah panti asuhan bercita-cita menciptakan sebuah ‘mesin penggali memori’ untuk mengingat kembali dan menemukan ibu kandungnya. Untuk itu hampir setiap malam dia bekerja keras menciptakan berbagai alat tanpa kenal waktu dan kata menyerah. Akibatnya, teman sekamarnya yang bernama Michael sering kali merasa terganggu dan tidak dapat tidur dengan nyenyak. Michael ini bercita-cita menjadi seorang pemain baseball terkenal. Tetapi suatu hari pada pertandingan yang sangat penting Michael tertidur di lapangan dan karenanya gagal menangkap bola penentuan yang datang tepat ke arahnya berjaga.

Setelah dewasa Lewis berhasil menjadi ilmuwan dan penemu terkenal. Ia akhirnya bahkan berhasil menciptakan 2 buah ‘mesin penjelajah waktu’. Salah satu mesin ini dicuri dan anak laki-laki Lewis mencari pencuri mesin ini sampai ke waktu ketika ayahnya masih kecil. Ternyata pencuri mesin tersebut adalah Michael yang merasa impiannya kandas gara-gara Lewis dan merasa iri akan kesuksesan Lewis sementara dirinya tidak berhasil menjadi apapun. Michael bermaksud menggagalkan presentasi mesin pertama ciptaan Lewis yang nantinya akan menjadi awal dari semua mesin-mesin sukses penemuannya. Ia mencuri mesin awal ini ke masa depan dengan maksud mencuri kesuksesan Lewis.

Singkat cerita akhirnya Lewis berdamai dengan Michael, dia bahkan sempat membangunkan Michael yang tertidur di lapangan pada masa kecilnya yang tentunya akan merubah masa depan Michael. Dan Lewis akhirnya menerima bahwa apa yang dijalani selama hidupnyalah yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini, dan ia melepaskan keinginannya untuk mencari dan mempertanyakan alasan ibunya meninggalkannya di panti asuhan.

Demikian kira-kira jalan cerita dari sebuah film animasi buatan Disney yang berjudul ‘The Robbinsons’. Sebuah film yang bukan saja menghibur tetapi juga sarat dengan makna kehidupan.

Belakangan ini keadaan perekonomian agak lesu. Di toko kami pun keadaan kami boleh dibilang cukup berat dengan besarnya hutang dagang sementara penjualan tak menunjukkan peningkatan yang berarti. Siang tadi seperti biasa aku dan suamiku menunggui toko. Tiba-tiba seorang ibu masuk ke toko kami. Seperti biasa juga karyawan kami menghampiri ibu tersebut dan menanyakan apakah ada yang bisa dibantu. Ibu tersebut tidak menjawab sapaan ramah karyawan kami malah tak lama kemudian keluar meninggalkan toko kami setelah melihat-lihat sekilas barang-barang yang ada di toko kami.

Yang lebih menyesakkan lagi, tak lama kemudian kami melihat ibu tersebut keluar dari toko sebelah dengan menjinjing barang belanjaan yang sebetulnya juga tersedia di toko kami. Mengapa ia memilih untuk berbelanja di toko sebelah? Ditambah lagi dengan kami menengok ke luar toko, kami jadi melihat betapa beberapa orang berbelanja dalam jumlah besar di toko-toko lain sementara toko kami tetap sepi. Maklum di sepanjang jalan tempat kami membuka toko sebagian besar toko-toko yang ada menjual komoditi yang sejenis. Hal ini menyebabkan persaingan yang sangat ketat, bahkan terkadang kurang sehat di antara toko-toko yang ada.

Mulailah kami beralasan bahwa display toko sebelah lebih baik. Atau mungkin pelayanan karyawan kami kurang ramah. Atau karena kita tidak punya modal seperti orang lain yang tokonya tampak mewah dan barangnya lebih lengkap dan stok barangnya lebih banyak. Kami pun mulai memikirkan cara untuk merebut lebih banyak pembeli ke toko kami, mulai dari menurunkan harga sampai menata ulang display toko yang sebetulnya sudah sangat terbatas ini.

Ayat yang diambil dari Kitab Amsal di atas sebenarnya pertama kali meninggalkan kesan bagi kami ketika dibacakan pada suatu session di kelas pra-baptisan di gereja kami. Hari ini, Tuhan membukakan ayat itu bagi kami dan’menampar’ kami bahwa apa yang kami pikirkan di dalam hati kami dan apa yang berkecamuk dalam pikiran kami adalah buah dari iri hati yang merupakan salah satu sumber utama kejahatan di dunia, bahkan sejak awal Adam dan Hawa berdosa karena ingin menjadi serupa dengan Allah. Iri hati adalah kelemahan utama manusia yang selalu iblis pakai untuk menjatuhkan dan menjauhkan manusia dari kebenaran. Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa.(Yak 4:2)

Sungguh kami lupa bahwa iri hati bisa secara harfiah membusukkan tulang, hati dan pikiran kita. Dan iri hati pada akhirnya akan mendorong munculnya reaksi dan perilaku yang negatif dalam tindakan dan kehidupan kita. Seperti Michael dalam cerita di atas, iri hati menyebabkannya menyerah dan melupakan impian dan kehidupannya sendiri. Ia memfokuskan diri untuk mencelakakan Lewis hanya karena iri hati dan dendam yang dipeliharanya. Padahal belum tentu ia harus menjadi orang gagal hanya karena 1 pertandingan bukan?

Puji Tuhan hari ini kami diingatkan untuk menenangkan hati dan percaya pada pemeliharaan dan rencana Tuhan, seperti firman-Nya dalam Kitab Yesaya 30:15 “Sebab beginilah firman Tuhan Allah, Yang maha Kudus, Allah Israel: ‘Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.’” Dan Kitab Yesaya 30:18 “Sebab itu Tuhan menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab Tuhan adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!”

Semoga dari hari ke hari, dari setiap pengalaman dan kejadian yang kita alami, iman kita bisa semakin bertumbuh dan semakin mengandalkan Tuhan dan kebenaran-Nya dalam menjalani kehidupan ini. Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar