Rabu, 23 Juni 2010

Kisah Freeia dan Vorg part.2

Sementara itu di tengah hutan belantara yang teramat lebat dan sangat gelap, di mana hanya sedikit sekali sinar matahari yang bisa menerobos lebatnya dedaunan, dan banyak hewan dan serangga liar yang ganas merayapi permukaan hutan itu, hiduplah sekelompok peri hutan.

Kehidupan mereka keras dan sulit, untuk mencari makan saja mereka harus bersaing dengan banyak makhluk, belum lagi dengan ancaman berbagai hewan dan serangga yang berbisa, berduri, bersengat, atau bertaring dan bercakar tajam. Mereka hidup di celah-celah batang pohon, atau di liang-liang di antara akar-akar pepohonan. Terkadang seekor burung pelatuk berusaha memakan mereka, kadang seekor kalajengking merebut liang tempat tinggal mereka, dan mereka harus merambah naik-turun akar pohon, memanjat batang pohon, atau menggali jauh ke dalam tanah untuk mendapatkan sedikit umbi, biji-bijian, atau kutu-kutu kecil untuk dimakan.

Mereka juga hampir-hampir tidak dapat membedakan musim, karena keadaan di dasar hutan hampir selalu gelap, bahkan di musim dingin, saat dedaunan sudah meranggas habis, sinar matahari yang pucat malah makin menambah seramnya suasana hutan yang yang remang-remang dibayangi oleh simpang siurnya dahan-dahan yang bersilangan rapat di atas mereka.

Karena kurangnya sinar matahari, kulit para peri hutan tampak pucat kebiruan, rambut mereka putih keperakan, tetapi tubuh mereka padat dan kekar karena aktifitas yang berat yang mereka lakukan setiap hari.

Vorg, begitulah ia dipanggil, seorang pemuda peri yang ulet dan pendiam. Rambut peraknya mencuat tak beraturan di atas kepalanya, hidungnya panjang dan runcing, bibirnya yang tipis tidak pernah terenyum, dan sejalur bekas luka melintang di lehernya. Luka itu diperolehnya saat ia berkelahi melawan seekor kalajengking raksasa untuk menyelamatkan Trod, adik laki-lakinya yang saat itu berada sendirian di liang mereka ketika tiba-tiba si kalajengking menjarah liang itu.
Tapi yang paling istimewa dari wajah Vorg adalah matanya, yang meruncing ke atas seperti mata kucing hutan, berwarna abu-abu keperakan dengan sorot mata setajam belati, hingga bahkan peri-peri kuat yang lebih tua dan lebih besar pun segan mengganggu Vorg bila ia sudah menatap dengan percikan bagai lahar perak memancar dari bola matanya.

Seperti peri-peri hutan lainnya, Vorg pun mengenakan pakaian yang terbuat dari cangkang kumbang dan sarang labah-labah, tetapi Vorg selalu membawa kantong kecil yang dibuatnya dari selongsong kulit ular yang berganti kulit, menjahitnya dengan benang labah-labah, dan mengikatnya di pinggangnya. Isinya? Sekeping pecahan tanduk kumbang besar yang tajam untuk membela diri dan sebuah instrumen musik yang dibuatnya sendiri dari taring seekor kadal beracun yang berusaha memakannya tahun lalu.

Bangsa peri hutan memang bersifat individual, walaupun mereka serilngkali bahu membahu dalam mencari makanan, tetapi mereka jarang bercengkrama satu sama lain.
Tetapi Vorg, dia selalu merasa kesepian, seringkali ia bermain musik taring sendirian, suaranya mengalun merdumenembus pekatnya hutan, dan para peri tanpa sadar akan menghentikan aktifitas mereka untuk mendengarkan alunan musik Vorg yang seolah menyihir mereka.

Kedua orang tua Vorg sudah meninggal dunia, keduanya tewas dalam serbuan kelabang beberapa tahun yang lalu, meninggalkan Vorg muda dan Trod kecil berdua menghadapi kerasnya kehidupan ini.

Lihatlah itu Vorg, sendirian di pucuk pepohonan yang mulai menggundul di musim gugur, sambil memainkan musik taring yang begitu jernih, menembus kegelapan malam, seolah melukiskan perasaan hati Vorg yang berat dan hampa, dilatari sinar bulan keperakan, setiap nada yang keluar dari celah bibirnya mengalun jauh dihembus angin musim gugur, tanpa dirinya menyadari seluruh kehidupannya akan segera berubah........

TO BE CONTINUED....

Mohon masukan & feedback nya lagi yahhh, thanks before, GBU all....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar