Rabu, 23 Juni 2010

Kisah Freeia dan Vorg part.4

Freeia terbangun dalam keheningan. Kepalanya berdenyut-denyut, seluruh tubuhnya terasa ngilu. Perlu beberapa saat sampai ia menyadari apa yang telah terjadi. Perlahan ia bangkit dan memandang ke sekitarnya. Ternyata ia telah terlempar ke segerumbul semak dan tersangkut di sana. Salju menimbuni semak itu sehingga Freeia tidak terbawa lebih jauh oleh badai semalam. Untunglah ia begitu kecil hingga tubuhnya terselip di antara helai-helai daun dan tidak kehabisan nafas karena tertimbun salju.

Freeia merasa kedinginan. Sayapnya belum lagi tumbuh karena sebetulnya musim dingin belum tiba. Dicobanya untuk melangkah. Untunglah! Kedua kakinya masih berfungsi dengan baik. Dilayangkannya pandangan ke sekeliling semak tempatnya terdampar. Tampak daerah perbukitan yang berbatu-batu. Beberapa batang pohon yang pendek dan semak-semak menyembul di beberapa tempat. Sejauh matanya memandang semua tertutup salju.

Sulit sekali bagi peri sekecil Freeia untuk mengarungi salju yang dalam. Sebentar saja ia sudah merasa kelelahan, dan basahnya salju membuatnya gemetar kedinginan. Akhirnya ia kembali ke semak-semak tadi, menyusup masuk dan bergelung rapat di dasar semak sambil menggosok-gosok tangan dan lengannya, berharap untuk merasakan sedikit kehangatan.

Di manakah ia berada? Akankah ia bisa kembali ke padang permai kampong halamannya? Satu persatu wajah teman-temannya terlintas di benaknya. Dan Freeia mulai dicekam rasa takut. Gigilannya kini bercampur antara gigilan kedinginan dan ketakutan. Air mata meleleh di pipinya dan perlahan isak tangis terdengar dari balik gerumbul semak di bukit batu yang hening itu.

~oOo~

Telinga Vorg terasa sakit. Ada sesuatu yang hilang. Oh! Suara angin. Suara angin yang beberapa waktu belakangan ini menggempur gendang telinganya sudah berhenti. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Dirabanya setiap anggota tubuhnya. Ajaib! Tidak ada satupun tulang yang patah. Rupanya ia terbawa angin dan terlontar ke suatu ceruk batu yang terlindung. Tubuhnya terguling ke dasar ceruk yang menyerupai gua kecil di tanah.

Segera Vorg bangkit dan mengamati daerah sekitarnya. Matanya terasa silau dengan begitu banyaknya sinar matahari di daerah yang terbuka itu. Badai sudah berhenti. “Aku harus mencari jalan pulang,” adalah pikiran yang pertama terlintas di benaknya. Ia pun mulai berjalan. Merambah tumpukan salju, memanjat dan menuruni gundukan batu, menerobos semak-semak, mencari jalan pulang. “Ke mana aku harus berjalan?” pikirnya bingung. Ia benar-benar tidak tahu di mana ia berada sekarang. Tetapi bagaimanapun ia harus mencoba, ia harus kembali kepada Trod. Maka ia pun terus berjalan.

~oOo~

Entah berapa lama ia berjalan, tiba-tiba telinganya yang terlatih menangkap samar-samar suatu suara yang asing dari balik sebuah gerumbul semak. Suara apakah itu? Ternyata suara isak tangis. Siapa yang menangis di tengah perbukitan batu yang lengang dan terpencil ini? Perlahan disibakkannya helai-helai semak itu.

“Aaaaa!!!” Freeia memekik ketakutan.
“Oh! Eh! Tunggu dulu,” Vorg pun tak kalah terkejut.
“Aaaaaaa!!!!” Freeia memekik ketakutan.
“Tenang, aku tidak akan menyakitimu,” Vorg dengan panik berusaha menenangkan gadis peri di hadapannya.
“Aaaaaaaaa!!!!!” Freeia memekik ketakutan.
“Hei! Dengarkan aku dulu!” Vorg mulai kebingungan.
“Aaaaaaaaaa!!!!!!” Freeia memekik ketakutan.
“DIAAAAAAMMM!!!!” Akhirnya Vorg berteriak jengkel.
“………” Freeia terdiam sambil membelalak karena terkejut.
Keduanya saling menatap untuk pertama kalinya.
“Eh! Makhluk apakah ini? Perikah? Dia manis sekali. Belum pernah aku melihat makhluk seindah ini,” pikir Vorg setengah terpana.
“Ih! Makhluk apa ini? Begitu… begitu… pucat! Tidak berwarna, hampir-hampir transparan. Sayang, padahal dia ganteng juga. Dan… Ah! Sepertinya lengan itu kuat sekali,” pikir Freeia. Matanya menelusuri makhluk jangkung (bagi ukuran peri padang) di hadapannya dari atas ke bawah.

Akhirnya Vorg mencoba untuk berkomunikasi lagi dengan makhluk manis yang baru dijumpainya itu, katanya, “Ehmm… Jangan takut ya? Aku tidak akan menyakitimu. Tapi, apa yang sedang kau lakukan di yempat seperti ini?”
“Oh! Aku Freeia, peri padang rumput. Semalam aku terbawa oleh badai salju dan tak sadarkan diri. Ketika siuman aku berada di sini. Hik! Aku mau pulaaaangg… hik!” Freeia mulai menangis lagi.
“E…eh! Jangan menangis dong. Sudahlah. Aku akan mengantarmu pulang. Ayo dong, jangan menangis ya? Ya?!” Freeia tertegun memandang pemuda peri yang tampak bingung di hadapannya.
“Ini peri benar-benar baik atau punya maksud jahat kepadaku ya?” pikirnya.
“Kalau aku ikut, jangan-jangan dia mengapa-apakan aku. Tapi kalau tidak ikut dengannya, aku harus ke mana yah?” Freeia berpikir keras sambil menggigiti bibir bawahnya. Keningnya sedikit berkerut dan jari telunjuknya menotol-notol dagunya. “Tetapi dia tidak tampak seperti penjahat,” Freeia masih menimbang-nimbang.
“Ini peri rada oon kali ya? Masa aku ngomong gitu aja ngga ngerti? Mikirnya serius amat,” pikir Vorg sambil mengamati kelakuan Freeia dengan heran.
“Oke deh! Aku ikut kamu!” tiba-tiba Freeia berseru sambil melompat berdiri hingga Vorg terlonjak kaget.
“Ke mana kita pergi sekarang?” Freeia bertanya dengan antusias. Ia ingin segera pulang ke padang rumputnya tercinta.
“Nanti dulu. Kita harus mendaki sampai ke puncak bukit ini supaya kita bisa melihat di mana kita sebenarnya berada dan ke mana kita harus pergi. Karena aku pun tidak tahu kita berada di mana sekarang,” Vorg menjelaskan dengan sabar.
“Yahhh! Kupikir dia tahu jalan,” pikir Freeia agak kecewa, diam-diam ia mencibirkan bibir bawahnya.

Sementara itu Vorg sudah mulai mendaki bukit. Terperanjat karena takut ditinggal, Freeia buru-buru mengejar Vorg. “Hei! Tunggu akuuu…” ujarnya seraya berlari-lari kecil menyusul Vorg.

TO BE CONTINUED….
Petualangan akan segera dimulai, tunggu kelanjutannya ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar