Kamis, 08 Juli 2010

Sharing : Kejadian-kejadian dalam Hidup Berkeluarga Sehari-hari (6) Episode Nonton Toy Story 3


Pada hari Senin 28 Juni yang lalu kami berencana untuk mengajak anak-anak menonton Toy Story 3 di bioskop. Ini adalah pengalama pertama kali menonton di bioskop untuk Christopher, karenanya sebenarnya kami agak was-was juga karena entah dia bisa bertahan duduk dengan tenang sepanjang film ataukah dia akan rewel dan minta keluar sebelum film berakhir (bersiap-siap untuk kemungkinan terburuk, hehehe…). Ini juga acara nonton bioskop yang pertama kalinya untuk aku dan suami sejak kami memiliki Chris karena sebelum ini kami merasa dia terlalu kecil untuk diajak ataupun ditinggal hanya dengan pembantu di rumah.

Kami berencana pergi dengan teman dekat keluarga kami, Teguh dan Johana (Jojo). Kebetulan mereka mempunyai kartu blitz megaplex yang menyediakan layanan pesan tiket on-line sehingga kami tidak perlu mengantri untuk membeli tiket. Sebetulnya sejak hari Sabtu sebelumnya Chandra suamiku sedang sakit dan agak tidak enak badan. Tetapi pagi ini dia sudah merasa jauh lebih baik dan kami antusias ingin merasakan nonton di bioskop lagi (ampun, kesannya kampungan banget ya?)

Siang itu kami sudah memesan tiket. 6 tiket untuk pertunjukan pk.19.30. Aku pun membereskan bon-bon di toko lebih awal dari biasanya dengan pertimbangan perjalanan ke Paris Van Java atau PVJ (yang selalu macet) dan perjuangan mencari tempat parkir di mall yang selalu penuh itu (apalagi sekarang musim liburan anak sekolah) akan memakan waktu sekitar 1 jam atau lebih. Aku pun menyiapkan susu dan baju meng kesayangnya Chris untuk berjaga-jaga seandainya dia rewel.

Pukul 18.30. Waktunya tutup toko. Teguh dan Jojo sudah hadir di rumah kami dan menunggu dengan manis. Segera kututup toko kami secepat mungkin. Langsung aku naik ke rumah kami di lantai 2. Aku berlari ke kamar, ternyata Chandra sedang tidur. Kubangunkan dia, kemudian aku pun menyiapkan anak-anak. Setelah mengganti pakaian anak-anak dan cuci muka ala kadarnya karena untuk mandi waktunya tidak cukup, aku kembali ke kamar dan kudapati Chandra terduduk di tempat semula.
“Kenapa Can?” tanyaku
“Ngga, cuman agak lemes aja,” jawabnya.
Waduh! Bagaimana ini? Padahal tiket sudah dipesan.
“Gimana dong? Bisa pergi ngga?” tanyaku lagi.
“Bisa kok,pake jaket aja,” katanya,”Tapi Teguh yang nyetir.”
Maka setelah bersiap-siap akhirnya kami berangkat pukul 19.00. Sangat pas-pasan, habis mau bagaimana lagi?

Ternyata di sepanjang perjalanan keadaan lalu lintas lumayan padat. Dengan agak berdebar-debar kami memandangi jam di sepanjang perjalanan kami. Akhirnya kami tiba di perempatan Pasirkaliki- Pajajaran dan di sana macet total dan banyak polisi. Kami berencana untuk mengambil jalan lurus karena itu adalah jalan yang paling singkat, tetapi karena lalu lintas macet polisi menutup jalan lurus dan membelokkan semua kendaraan ke kanan dan ke kiri.
“Ke kanan Guh! Jangan ke kiri, jauh lagi,” kata Chandra.
“Susah Ko, “kata Teguh agak bingung karena mobil terasa sangat berat dan berjalan sangat perlahan walaupun ia sudah menekan pedal gas sampai mentok dan mesin sudah mengaum –aum dengan kerasnya.
“Belok Ko, belok!” Jojo yang tampaknya belum menyadari ada keanehan pada mobil kami merasa aneh karena mobil kami tidak maju-maju.
Mobil kami merayap dengan sangat berat dan berisik, dan beberapa sentimeter kemudian tiba-tiba Chandra berseru,”Matiin Guh, itu ngebul!”
Dan benarlah dari bawah kap mesin tampak asap tebal mengepul naik ke atas.

Teguh pun mematikan mesin mobil, saat itu posisi mobil kami tepat berada di perempatan jalan yang sangat ramai itu. Chandra dan Teguh segera turun dan membuka kap mesin mobil kami. Bagaikan sepanci sop yang baru matang, begitu dibuka tutupnya asap tebal pun menguar ke mana-mana. Air radiator tampak menggelegak mendidih dan hawa panas membuat Chandra dan Teguh mundur beberapa langkah. Anak-anak ingin ikut turun untuk melihat tetapi tidak kuperbolehkan walaupun semakin lama mereka semakin rewel dan mulai berkelahi karena di mobil sempit dan panas. Bayangkan saja kami berada tepat di tengah perempatan yang ramai dengan banyak mobil dan motor berseliweran di sekitar mobil kami.

“Ci, kata Koko ada air?” tiba-tiba Teguh melongokkan kepala ke dalam mobil. Untunglah aku selalu membawa air minum untuk anak-anak. Kuberikan botol itu kepadanya. Tidak 10 detik kemudian botol itu kembali kepadaku dalam keadaan kosong. Tak lama kemudian aku melihat Chandra sedang berlari menjauh. Rupanya ia mencari mini market terdekat karena ia kembali dengan menjinjing sekantong besar penuh berisi botol-botol besar berisi air mineral. Liter demi liter isi botol-botol itu mengalir ke dalam pipa radiator. Chandra pun sudah melepas jaketnya dan keringat mengalir deras di keningnya. Tetapi tampaknya suhu mobil kami tak kunjung menurun. Akhirnya Chandra menelepon Papa untuk meminta bantuan kalau-kalau mesin mobil tidak dapat dihidupkan kembali. Tetapi sambil menunggu ia terus mencoba untuk mendinginkan mesin mobil dengan air yang dibelinya tadi. Seorang Bapak polisi sempat menghampiri kami, tetapi setelah bertanya apa yang terjadi, ia pun ngeloyor pergi tanpa mencoba menolong ataupun menawarkan bantuan. Yahh, mungkin ia sedang sibuk sekali kali ya?

Saat itu waktu menunjukkan pukul 19.36 (Lucky bahkan mengecek waktu dengan menelepon 103). Sudah terlambat. Kami sudah pasrah karena kelihatannya kami tidak akan jadi nonton dan tiket yang sudah dibayar itu akan sia-sia saja. Lucky sudah cemberut dan berdiam diri di jok belakang. Kalau Chris lain lagi reaksinya. Begitu Lucky bilang sudah terlambat untuk menonton ia langsung berkomentar,”Kita ke IP aja yuk! Tuh udah deket,” katanya sambil menunjuk Istana Plaza yang memang terletak di perempatan jalan itu, tepat di depan mobil kami.

Beberapa menit kemudian Chandra dan Teguh menutup kap mesin dan masuk ke dalam mobil.
“Udah?” aku bertanya setengah tak menyangka bisa secepat ini.
“Bisa lah kayanya mah, pelan-pelan aja,” jawab Chandra, karena sekarang dia yang mengemudikan mobil kami. Aku pun kembali menelepon Papa untuk memberi kabar bahwa mobil sudah bisa jalan kembali. Kasihan Papa karena dia sudah dibangunkan dari tidurnya dan membawakan air untuk kami. Saat aku menelepon pun dia sudah berada di depan IP dari arah yang berlawanan.

Mobil pun merayap perlahan sampai ke Jalan Sukajadi. Tepat di pintu masuk PVJ asap kembali mengepul dari kap mobil dan jalannya mobil pun mulai terseok-seok. Dengan tidak sabar kami menunggu antrian pengambilan tiket parkir di gerbang masuk. Begitu kami mendapatkan tiket parkir dan berbelok ke kanan ke arah tempat parkir mesin mobil kembali mati. Untunglah beberapa petugas parkir membantu kami mendorong mobil dan mencarikan tempat parkir untuk mobil kami.

Sementara Chandra dan Teguh memarkirkan mobil, Jojo, Lucky dan aku yang menggendong Chris berlari kea rah bioskop. Jojo langsung menuju ke mesin untuk mencetak tiket menggunakan kartu blitz nya sementara aku yang kebelet pipis menitipkan Chris kepada Lucky dan berpesan kepada mereka untuk tidak ke mana-mana dan menungguku kembali kemudian berlari ke toilet wanita yang untungnya tidak jauh dari sana.

Begitu keluar dari toilet aku menjumpai anak-anak dan Jojo yang berdiri di tempat aku meninggalkan mereka.
“Ampun Ci, gua ajak geser sedikit ke arah pintu bioskop aja mereka ngga mau bergerak sesenti pun,” kata Jojo,”Kata anak-anak Mama bilang ngga boleh ke mana-mana.”
Hatiku senang bercampur bangga karena mereka anak-anak yang patuh dan dapat dipercaya. Dan kami pun masuk ke dalam ruangan bioskop yang saat itu sudah gelap. Tetapi alangkah terkejutnya aku karena ternyata layar masih menampilkan iklan-iklan untuk film-film yang akan tayang berikutnya. Film nya sendiri belum lagi dimulai. Entah jam di Blitz Megaplex memang lebih lambat atau memang film nya terlambat dimulai. Yang jelas kami sangat bersyukur karena Tuhan mengijinkan kami menonton film tersebut dengan lengkap malam itu.

Sesampainya di deretan kursi kami ternyata kursi-kursi itu sudah ditempati orang lain. Ya ampun! Apalagi ini? Akhirnya kami pun memanggil petugas dan ternyata memang orang-orang yang menempati kursi kami yang salah duduk. Seharusnya mereka duduk di deretan kursi di atas kami. Baru saja kami duduk, tiba-tiba telepon Jojo berbunyi. Rupanya Chandra dan Teguh sudah selesai memarkir mobil dan menunggu di depan pintu. Aku pun kembali keluar untuk memberikan tiket kepada mereka.

Setelah itu kami pun dapat menikmati film dengan tenang, karena ternyata Chris sangat menikmati film tersebut dan duduk dengan tenang. Sesekali ia tertawa apabila ada adegan yang lucu. Aku sangat senang karena anak bungsuku sudah besar. Film nya sendiri sangat bagus dan menghibur, ada adegan-adegan yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal, ada juga adegan-adegan yang menegangkan. Dan keseluruhan cerita membawa pesan moral yang baik tentang persahabatan, kesetiaan, keuletan dan kerja sama. Kami sangat menikmati film tersebut.

Tetapi kira-kira di pertengahan film Chris mulai agak rewel dan ingin keluar, mungkin karena bosan atau mungkin juga takut karena ada adegan yang sangat menegangkan ketika para tokoh utama sedang mencoba kabur dari daerah kekuasaan si boneka beruang jahat dan beberapa kali nyaris tertangkap. Akhirnya aku membujuknya dengan membelikannya pop corn (yang berarti keluar bioskop untuk kesekian kalinya. Mungkin penonton lain agak kesal melihatku bolak-balik keluar masuk bioskop. Untung aku sudah mengantisipasi kemungkinan ini dan memilih tempat duduk paling pinggir tepat di sisi lorong.) Pop corn itu menahan Chris tetap tenang selama kira-kira 15 sampai 20 menit.

Setelah pop corn ludes disantap Chris pun mulai gelisah lagi. Untung aku sudah menyiapkan senjata pamungkas untuk menghadapinya. Sekotak susu kemasan (karena Chris sudah tidak minum susu pakai dot lagi) dan baju meng yang tak pernah gagal membuatnya tenang. Chris pun bergelung nyaman dengan baju meng nya dan menyeruput susunya dengan manis sampai film berakhir. Akhirnya acara nonton ke bioskop pun berhasil dengan sukses. Yeeaaa!!!

Selesai menonton kami kembali dihadapkan dengan masalah yang untuk beberapa waktu tadi kami tinggalkan. Mobil yang mogok! Di lapangan parkir Chandra dan Teguh pun kembali sibuk mengutak-atik radiator di bawah kap mesin. Sungguh beruntung bahwa di ujung lapangan tersebut ada keran air sehingga kami tidak perlu sulit mencari dan membeli air untuk mendinginkan serta mengisi radiator mobil. Lucky kebagian tugas bolak-balik mengisi botol air kemasan dengan air dari keran tersebut. Entah berapa belas kali ia bolak-balik mengisi botol air itu. Sementara aku dan Jojo kebagian tugas menghibur dan memberi kegiatan kepada Chris supaya dia tidak bosan. Kami sempat menelepon beberapa teman untuk meminta bantuan. Ada teman yang malah menertawakan nasib kami, ada teman yang bersimpati tapi tidak dapat membantu, dan akhirnya kami pun kembali membangunkan Papa untuk menanyakan nomor telepon service panggilan Toyota 24 jam. Kasihan Papa, apalagi ternyata nomor tersebut pun sia-sia karena tidak ada yang menjawab panggilan kami padahal kami menelepon lebih dari 10 kali selama lebih dari 15 menit tanpa henti. Maaf ya Pa, hehehe…

Chandra membutuhkan selotip keran untuk mengencangkan baut penutup radiator. Aku, Jojo dan Lucky pun berlari ke pasar swalayan yang berada di lantai bawah pusat perbelanjaan itu. Sebenarnya Chris pun kami ajak, tetapi kira-kira 10 meter dari mobil ia berubah pikiran.
“Chris anter sampe sini aja yah, dadah Mama!” dan ia pun berlari kembali ke arah mobil. Maka setelah menitipkannya pada Chandra kami meneruskan perjalanan kami ke pasar swalayan. Sesampainya di sana ternyata pasar swalayan itu sudah tutup. Pintu masuknya sudah dihalangi oleh bangku-bangku walaupun para karyawannya masih ada dan sedang membereskan barang-barang.
“Maaf mas, boleh ngga saya masuk? Saya perlu selotip keran untuk membetulkan mobil kami yang mogok di tempat parkir,” aku pun meminta tolong karyawan yang ada di sana. Untunglah ia memperbolehkannya. Kami bertiga pun berlari-lari di sepanjang lorong-lorong pasar swalayan yang telah kosong itu untuk mencari barang yang kami perlukan. Rasanya seperti sedang mengikuti kuis yang pada tahun 90-an pernah ditayangkan di televisi, di mana peserta harus menghabiskan sejumlah uang tertentu dengan daftar barang-barang yang harus dipenuhi dalam waktu yang terbatas. Ternyata sulit juga mencari selotip keran. Setelah bertanya pada pramuniaga yang bertugas pun ia tak dapat menemukannya. Untunglah berkat kegigihan Jojo yang rela sampai bertiarap di lantai dan merogoh-rogoh sampai ke setiap ujung rak akhirnya kami menemukannya. Sontak kami bertiga bersorak sorai dan segera berlari ke kasir yang sudah akan ditutup.

Setelah membayar harga selotip tersebut kami pun berlari lagi ke tempat parkir. Sesampainya di tempat parkir dengan terengah-engah kami menyerahkan selotip itu. Chandra berujar,”Beli senter ngga? Gelap nih, ngga keliatan apanya yang rusak. Soalnya airnya ngga habis, tapi setiap mesin menyala jadi mendidih.” Gubrak! Mana bisa? Orang begitu kami selesai membayar tadi pihak pasar swalayan langsung menarik rolling door dan mematikan lampu kok. Kenapa ngga kepikir dari tadi yah?

Cukup lama juga Chandra dan Teguh memutar otak mencari sumber masalahnya. Chandra bahkan sempat menelepon Papi nya untuk meminta masukan apa yang harus dilakukan, tetapi semuanya sia-sia. Sementara itu anak-anak mulai mengeluh lapar. Ya, saat itu sudah lebih dari pukul 22.00 dan kami belum makan malam. Untuk kesekian kalinya malam itu Jojo dan aku berlari-lari melintasi lapangan parkir menuju sebuah restoran waralaba yang berada di halaman pusat perbelanjaan itu. Kami hanya membeli 2 buah burger dan lemon tea untuk anak-anak. Alasannya, pertama karena sedang sibuk Chandra dan Teguh tidak mau makan. Kedua karena tegang dan khawatir aku dan Jojo pun tidak mau makan. Ketiga karena terburu-buru sebelum berangkat aku lupa mengambil uang sebelum berangkat sedangkan di dompet Jojo hanya ada uang yang tak seberapa. Untuk mengambil uang di ATM kami harus masuk lagi ke dalam gedung sedangkan kami lelah dan anak-anak sudah kelaparan, jadi ya sudahlah.

Sekembalinya di mobil anak-anak sudah menanti dengan tidak sabar. Selama mereka makan kami berusaha mencari pinjaman senter pada petugas parkir, petugas keamanan dan pada teman kami yang kebetulan bekerja di salah satu gerai di pusat perbelanjaan PVJ itu. Sayang, usaha kami sia-sia karena tidak ada satu orang pun yang mempunyai senter di sana.

Saat kami sudah hampir putus asa dan berpikir mungkin kami harus menginap di lapangan parkir malam itu, tiba-tiba Chandra menyuruh Teguh masuk ke dalam mobil dan menyalakan AC. Tak lama kemudian dengan berseri-seri Chandra menutup kap mesin mobil dan masuk ke balik kemudi.
“Ayo masuk semuanya!” serunya sambil memasang sabuk pengaman.
“Udah bener emang?” aku bertanya kebingungan.

Mobil pun menggelinding perlahan tapi stabil. Sambil mengusahakan agar mesin tidak bekerja terlalu berat, kilometer demi kilometer kami lalui dengan mulus tanpa kepulan asap dari balik kap mesin. AC dinyalakan sampai batas maksimum dan kami semua menggigil kedinginan. Sambil mengemudi Chandra menjelaskan bahwa tampaknya kipas radiatornya yang mati, bukan radiatornya yang kehabisan air. Karena itulah radiator menjadi panas. Idenya, dengan menjalankan AC sampai batas maksimum kipas AC yang letaknya bersebelahan dengan radiator akan ikut mendinginkan radiator tersebut. Akhirnya kami pun tiba di rumah dengan selamat. Papi Chandra tampak menanti di halaman rumah kami. Setelah melihat kami pulang dengan selamat beliau pun pulang. Terima kasih Papi buat perhatiannya . Teguh dan Jojo pun pamit pulang. Saat itulah rasa lapar mulai terasa di perut kami. Teguh dan Jojo berencana mampir ke McD dalam perjalanan pulang mereka sementara kami yang sudah sampai di rumah cukup senang untuk menghabiskan apa yang ada di meja makan kami.

Kami sungguh bersyukur atas pengalaman kami hari itu. Dari kejadian itu begitu banyak kami menjumpai kebaikan dan penyertaan Tuhan dalam hidup kami. Pertama, saat di mini market akan membeli air, di dompet Chandra hanya ada 1 lembar uang senilai Rp.2.000,- Sambil berdoa ia mengorek setiap lipatan dan selipan di dompetnya. Tiba-tiba di salah satu celah dompet itu ia menemukan selembar uang Rp.10.000,- yang entah kapan ia selipkan di sana. Kedua, walaupun kami tiba di bioskop sangat terlambat ternyata kami tidak ketinggalan film barang 1 menit pun. Ketiga, kami bisa tiba di tujuan dan kembali pulang ke rumah dengan selamat dengan keadaan mobil yang demikian. Keempat, dengan ajaib Tuhan menyediakan keran air di sisi lapangan tempat kami memarkirkan mobil. Kelima, kami masih sempat membeli selotip keran walaupun sebetulnya pasar swalayan itu sudah tutup saat itu. Keenam, Tuhan memberikan hikmat kepada Chandra untuk menemukan permasalahan mesin dan pemecahannya. Dan terakhir, yang paling ajaib, Chandra sembuh total dari masuk angin, lemas-lemas dan pegal-pegal yang dideritanya sejak hari Jumat minggu sebelumnya. Mungkin dengan berolah raga lari ke mini market dan dengan mengucurkan begitu banyak keringat terkena uap panas dari mobil membuat semua angin keluar dari tubuhnya.

Sungguh satu pengalaman yang sangat berkesan bagi kami semua malam itu. Tetapi kami harap pada acara menonton ke bioskop berikutnya kami tidak akan menjumpai kendala seperti yang kami alami malam ini. Hahaha…