Rabu, 23 Juni 2010

Sharing : Kejadian-kejadian dalam Hidup Berkeluarga Sehari-hari (4) Episode Membuang Dot

Setelah sukses dengan proyek melatih Chris tidur di kamarnya sendiri, keluarga kami memulai suatu proyek baru yaitu proyek membuang dot. Sejak bayi Chris selalu meminta susu ketika akan tidur. Walaupun baru saja minum susu 10 menit sebelumnya, saat mengantuk dan ingin tidur dia akan menangis meminta susu. Begitu susunya habis dia akan tertidur.

Kebiasaan ini terbawa sampai dia besar. Setiap akan tidur dia selalu meminta susu. Karena itulah sangat sulit baginya untuk melepaskan kebiasaan minum susu dengan memakai dot. Saat tidak akan tidur dia bisa saja minum susu dengan gelas atau dengan sedotan. Toh setiap hari pun dia minum air, jus buah, teh dan minuman apa pun juga dengan gelas. Hanya saat mau tidur dia akan meminta susu dalam botol. Dia akan berbaring, memejamkan mata, memeluk baju meng (kaos putih bergambar kucing yang selalu dibawanya tidur) dan menghisap dot berisi susu. Saat susunya habis, dia pun tertidur. Masalah ini tidak kami hadapi dengan Lucky anak sulung kami, karena Lucky minum susu pada saat kami memberikannya. Pada saat akan tidur dia tidak mencari susu. Karena itu mudah saja mengalihkannya dari dot ke gelas dengan kerucut berlubang, kemudian ke sedotan, akhirnya ke gelas. Usia satu tahun setengah Lucky sudah tidak menggunakan dot sama sekali.

Masalahnya, Chris kini sudah berusia lebih dari tiga tahun dan kami cukup khawatir dengan beberapa hal. Pertama kami takut kebiasaan ini akan merusak giginya. Karena walaupun sudah menyikat gigi sebelum tidur, dengan minum susu lagi berarti sisa-sisa susu akan menempel di giginya bukan? Kedua kami takut kebiasaan menghisap dot akan mempengaruhi bentuk dan pertumbuhan giginya (jadi tonggos misalnya). Dan ketiga kami khawatir semakin lama kebiasaan buruk ini akan makin sulit untuk dihilangkan. Karena itulah kami bertekad untuk melaksanakan proyek membuang dot ini.

Kini telah beberapa waktu lamanya Chris lulus dari proyek tidur sendiri (dalam arti bisa tidur nyenyak sepanjang malam di kamarnya sendiri tanpa terbangun terus menerus dan memanggil-manggil Mamanya), kami mulai mencoba proyek baru ini. Diawali dengan memuji Chris sebagai anak pintar yang sudah besar pada setiap kesempatan di mana dia melaksanakan kewajibannya atau melakukan suatu perbuatan yang terpuji. Misalnya setiap malam sebelum tidur dia menyikat giginya tanpa harus disuruh terlebih dahulu. Atau bila dia menghabiskan makanannya dengan cepat dan rapi. Juga bila dia merapikan kembali mainan yang sudah dipakainya tanpa disuruh. Kami selalu memujinya sebagai anak yang sudah besar dan pintar.

Langkah kedua, memilih cerita yang akan dibacakan sebelum tidur sesuai dengan topik yang sedang kita tanamkan kepadanya. Akhir-akhir ini kami membacakan cerita Franklin si kura-kura karena dalam cerita-cerita itu selalu terkandung nilai-nilai yang baik dalam bentuk cerita yang sederhana dan mudah dimengerti. Kami pilihkan judul-judul yang menggambarkan tanggung jawab dan perilaku anak yang sudah besar. Bagusnya lagi, cerita Franklin selalu diawali dengan kalimat-kalimat senada seperti ini: “Franklin sudah besar. Dia bisa memakai pakaian sendiri, menyikat giginya, dan mengikat tali sepatunya sendiri.” Atau “Franklin sudah besar. Dia berani meluncur turun dari papan luncuran di sekolahnya. Dia juga sudah bisa membantu ibu.” Dan sejenisnya.

Setiap kali aku membacakan kalimat-kalimat pembuka itu, Chris akan segera berkomentar,”Klis juga udah besal. Klis juga bisa pake baju sendili!” Atau “Klis juga udah besal. Klis juga belani loncat dali yang tinggiiiii sekali!” Begitulah kami coba tanamkan semangat menjadi anak besar selama beberapa waktu.

Ketika kami rasa dia sudah siap, suatu malam setelah berdoa dan membacakan cerita sebelum tidur kami mengajaknya mengobrol.
“Chris udah besar kan sekarang?”
“Iya, Klis udah besal. Udah kelas lima kaya Koko.”
“Tapi kalau anak besar minum susunya ngga pake dot.”
Untuk beberapa saat dia terdiam dan berpikir.
“Kan Koko minum susu pake gelas. Papa Mama juga pake gelas,” sambung kami lagi.
Dia masih terdiam.
“Sekarang minum susunya pake gelas kaya anak besar ya?”
“Aahhh, ngga mauuu!”
“Kan Chris katanya mau jadi anak besar?” kataku. Suatu kesalahan karena dia langsung menyahut,”Klis jadi anak kecil aja!”
Aku sempat bingung. Untung suamiku memberikan jalan keluar.
“Kalau gitu Papa kasih waktu 3 hari ya? Sekarang kan hari Senin, Chris nya masih kecil. Selasa, Rabu, Chris nya jadi besar. Hari Kamis kita buang dotnya ya?” Papanya menantang Chris yang kebetulan menyukai tantangan. Untungnya pula dia sudah mengerti konsepnya dan hafal urutan dan nama-nama hari dalam seminggu. Dengan bersemangat dia mengangguk setuju. Maka aku pun membuatkan susu dalam botol yang diterima Chris dengan bersemangat. Begitu susunya habis, tertidurlah dia dengan nyenyaknya.

Keesokan harinya Hari Selasa. Kami mengingatkan bahwa ini adalah hari kedua. Pada saat akan tidur siang Chris seperti biasa meminta susu. Aku membuatkannya di dalam botol sesuai janji kami. Demikian pula pada malam harinya.

Hari Rabu. Kembali kami mengingatkannya bahwa hari ini adalah hari terakhir memakai dot. Chris hanya tersenyum dan menghisap susunya dengan nikmat.
“Wah, gawat nih!” pikir kami,”Kelihatannya besok bakalan gagal total nih!”

Akhirnya Hari Kamis pun tiba. Kami mengingatkan Chris pada janjinya.
“Chris hari ini udah besar ya? Kan udah Hari Kamis nih.”
“Iya!” ujarnya ringan.
“Udah siap mau buang dot?”
“Udah!” dan dia pun berlari mendahului kami ke tempat penyimpanan botol-botol susunya.
Satu persatu kulepaskan dot-dot silikon itu dari botolnya. Setelah terkumpul semua aku menyerahkannya kepada Chris yang menanti dengan kedua tangan ditangkupkan seperti mangkok. Sebetulnya aku menyembunyikan satu dot untuk keadaan sangat darurat seandainya Chris ternyata belum siap dan tidak bisa tidur sama sekali atau seandainya dia ngadat dan menjadi trauma, tetapi tanpa sepengetahuan Chris tentunya.

Kemudian kami sekeluarga pun memperlakukan acara membuang dot ini seolah-olah ini adalah suatu upacara besar yang sangat serius. Papanya membukakan dan memegangkan tutup tempat sampah dan Mamanya menghitung dengan khidmat dan serius,”Satu…Dua…Ti…gaaa!!” Dan Chris pun membuang dot-dot dalam genggamannya ke tempat sampah. Begitu dot dibuang kami sekeluarga bersorak dan bertepuk tangan. Kami pun memeluk dan mencium Chris serta memberinya selamat karena sudah benar-benar menjadi anak besar.

Ketika Kakek Neneknya datang berkunjung siang itu pun kami menyampaikan berita bahwa Chris sudah besar dan sudah tidak minum susu pakai dot lagi kepada mereka. Kakek Neneknya memuji dan memeluk serta mencium Chris. Kakek dan Nenek dari pihak Papanya pun kami beri tahu. Bahkan Nenek sampai membelikan hadiah sebagai tanda penghargaan karena Chris sudah bisa tidur sendiri dan tidak memakai dot lagi. Rupanya hal ini sungguh membuatnya bangga dan memotivasinya untuk menjadi anak besar sungguhan. Siang itu Chris tidur siang tanpa minum susu dengan dot. Kami membuatkannya susu di dalam gelas dan setelah meminumnya sedikit (dia tidak menghabiskannya) Chris tidur sambil membawa mainan yang dibelikan Neneknya.

Kami sangat senang dan bangga, juga lega karena ternyata proyek ini berjalan dengan baik. Tapi berkaca dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, kami sadar bahwa tidak ada perkembangan yang tidak melalui proses. Maka dari itu kami belajar untuk memaklumi ketika pada malam harinya Chris menangis ketika kami memberinya susu dalam gelas waktu dia meminta susu sebelum tidur.

Kami membujuknya sambil berdoa semoga kami tidak sampai harus menggunakan dot darurat yang aku sembunyikan tadi pagi.
“Loh, anak besar kok nangis?”
“Klis mau susuuuu,” rengeknya.
“Iya ini kan Mama udah bikini susu buat Chris,” kataku sambil menyodorkan gelas berisi susu.
“Mau pake botooolll!!” rengeknya lagi.
“Ayo dicoba dulu. Rasanya sama kok,” aku berusaha membujuknya.
“Ngga mau! Mau pake dot aja!” Chris menangis makin keras.
“Kan dotnya udah dibuang sama Chris?” kataku lagi, “Ayo dong cobain dulu.”

Akhirnya Chris mau minum sedikit susunya dan berhenti menangis. Sambil terisak-isak dia memeluk baju meng-nya dan meringkuk di ranjangnya. Hatiku terasa miris sekali melihatnya. Betapa kutergoda untuk memberikan botol susu yang diinginkannya. Tapi kami tahu bahwa apabila kami menyerah di sini proyek ini akan gagal total dan kami harus memulainya lagi dari awal. Akibat lainnya Chris tidak akan belajar untuk menjalani konsekuensi dari setiap tindakan dan keputusannya.

Maka kami berusaha menghiburnya semampu kami. Menemaninya, membelai-belai kepala dan punggungnya, menyanyikan lagu-lagu kesayangannya dan membisikkan kata-kata sayang dan pujian di telinganya. Akhirnya Chris tertidur juga setelah berulang kali membalikkan tubuhnya dan merengek sambil mengomel panjang pendek.

Hal yang sama kami alami selama beberapa minggu. Kadang Chris bisa cepat tertidur, kadang sangat lama. Beberapa kali juga dia menangis dan meminta dot, terutama apabila dia terlalu lelah atau mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan di siang dan sore harinya. Tapi puji Tuhan kami tidak pernah sampai harus mengeluarkan dot darurat yang sampai sekarang masih tersimpan rapi di pojok laci terdalam (yang mengingatkanku bahwa aku harus membuangnya). Benar-benar proses yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan, karena tidak jarang kami (terutama aku yang menidurkan Chris setiap malam) dibuat kesal dan greget dengan rengekan dan kemunduran yang berulang kali terjadi selama proses ini.

Sekarang, Chris sudah benar-benar lulus dari proyek membuang dot. Dia tidak pernah lagi meminta dot dan tidak lagi kesulitan tidur setiap malam. Kami sangat bangga padanya dan bersyukur atas kehadiran anak-anak kami dalam hidup kami. Hanya saja ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari perubahan pola ini. Yang pertama Chris jadi jarang tidur siang. Mungkin sebenarnya di usianya dia sudah tidak terlalu membutuhkan tidur siang lagi. Suatu hal yang positif menurut kami karena sebelumnya dia selalu tidur larut malam. Sebelum jam 11 malam energinya seolah-olah tak ada habisnya. Tanpa tidur siang Chris bisa tidur pada jam yang lebih normal (sekitar jam 8-9 malam). Memang kadang-kadang dia mengantuk di sore hari dan hal ini pun menjadi pergumulan tersendiri sebetulnya. Karena bila sampai dia tertidur di sore hari (bukan siang) maka malamnya dia akan tidur lebih larut lagi sementara orang tuanya sudah layu karena kelelahan. Tetapi dengan pengalihan perhatian, memberikan kegiatan dan menanamkan pengertian, berangsur-angsur pola tidur Chris menemukan bentukan yang semakin baik dan teratur.

Dampak kedua adalah Chris jadi jarang minum susu. Biasanya minimal dalam sehari dia minum 4 sampai 5 botol susu. Kini, paling-paling sehari dua kali, itu pun jumlahnya tidak banyak karena kalau dibuatkan dalam jumlah besar dan tidak dihabiskan, kami terpaksa membuangnya. Tetapi setelah berkonsultasi hal ini tidak menjadi masalah selama asupan gizinya dipenuhi dari sumber-sumber makanan yang lain dan suplemen tambahan seperti vitamin dan kalsium bila diperlukan. Malahan hal ini membawa kebaikan buat kami karena setelah susunya berkurang, nafsu makan Chris membaik. Kini dia bisa makan dalam jumlah yang lebih banyak dalam waktu yang lebih cepat dan menikmatinya tanpa harus dibujuk-bujuk atau diiming-imingi hadiah. Itu yang terpenting bukan? Memang benar, bagaimana seorang anak bisa menikmati makan saat perutnya sudah kenyang dipenuhi susu? Pengeluaran bulanan pun kini agak berkurang karena harga susu anak balita itu cukup mahal. Biasanya dalam seminggu Chris menghabiskan 1 dus (400 gram) susu. Kini jumlah itu berkurang hingga kurang dari setengahnya.

Kami bersyukur satu lagi tahapan perkembangan anak kami sudah terlalui dengan baik. Yang jelas semua ini tidak akan bisa kami jalani dengan baik tanpa doa dan pertolongan Tuhan yang dengan setia mendampingi dan memampukan kami dalam setiap tahapannya. Kami juga bersyukur karena memiliki keluarga dan teman-teman yang mendukung dan memberikan semangat serta menjadi teman sharing dalam kehidupan keseharian kami. Thanks to all of you guys, God bless you all :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar